MAMASA, Mitra Nasional – Kabupaten Mamasa kini menjadi sorotan akibat adanya defisit anggaran yang kian terasa pasca pandemi COVID-19. Minimnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) menjadi salah satu faktor utama yang memicu krisis ini. Serapan anggaran yang dianggap tidak seimbang dengan kebutuhan daerah terus menjadi perdebatan di kalangan masyarakat, terutama para aktivis dan organisasi masyarakat (Ormas), Senin (14/10/2024).
Kelompok aktivis, baik dari kalangan mahasiswa maupun Ormas, secara terbuka mengkritisi pengelolaan anggaran di Kabupaten Mamasa, terutama pada periode tahun 2022 hingga 2024. Pasca pandemi COVID-19, berbagai keluhan muncul dari masyarakat, khususnya terkait tenaga honorer, tenaga kontrak, gaji aparat desa, klaim BPJS, gaji guru, insentif dokter, serta dana untuk pekerjaan fisik dan nonfisik yang hingga kini masih belum terealisasi penuh sejak tahun 2020.
Aksi protes dan demonstrasi pun kerap terjadi, baik terhadap pihak legislatif maupun eksekutif di daerah tersebut. Aktivis pemerhati masyarakat, Tamrin, angkat bicara mengenai persoalan yang melanda Kabupaten Mamasa. Menurutnya, peredaran uang di tengah masyarakat sangat lambat, dan sejumlah proyek di berbagai Organisasi Perangkat Daerah (OPD) masih mandek. “Sejumlah persoalan melanda Kabupaten Mamasa mulai dari dana DAK yang digeser, DAU yang tidak ada progresnya yang berjalan, hingga pada persoalan ini masyarakat menjerit akibat tidak adanya uang yang beredar khususnya masyarakat kecil,” ujar Tamrin saat diwawancarai pada 14 Oktober 2024.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari wartawan Media Gemadika.com, dana yang masuk khusus untuk Dana Alokasi Umum (DAU) tahun 2024 mencapai Rp.397.000.000.000,.
Dimana dana yang melekat pada DAU ada beberapa pekerjaan fisik dan termasuk bantuan Partai Politik yang saat ini belum juga dicairkan hingga pada tanggal 3 Oktober 2024 sejumlah perwakilan partai politik datangi Kepala Badan Keuangan Daerah mempertanyakan mengapa banparpol belum masuk ke rekening partai masing-masing padahal anggaran dengan besaran 397 Miliar tidak jelas kemana.
Selain itu, klaim BPJS Kesehatan yang belum dibayarkan turut mengancam operasional beberapa puskesmas dan rumah sakit di Kabupaten Mamasa. Puluhan dokter belum menerima gaji, dan stok obat-obatan mulai habis, meski anggaran kesehatan tahun 2024 telah mencapai Rp 17 miliar.
Lain halnya dengan klaim BPJS Kesehatan yang belum dibayarkan hingga sejumlah puskesmas dan rumah sakit di Kabupaten Mamasa terancam ditutup.
Untuk siltap dan gaji aparat desa diketahui jumlah transferan dana Desa sebanyak Rp.136.455.691.000,. Dengan besaran dana tersebut kembali menjadi pertanyaan banyak pihak dikarenakan sampai saat ini aparat desa dan kepala desa masih menunggu janji Pemerintah Daerah usai melakukan aksi demonstrasi pada 27 September lalu. Informasi total anggaran transferan masuk sepanjang tahun 2024 senilai Rp 134.056.000.000.
PJ Bupati Mamasa Dr.Zain saat dikonfirmasi mengenai realisasi dan alasan belum dibayarkan siltap serta klaim BPJS tidak memberikan komentar dan menyampaikan agar hal tersebut dikonfirmasikan langsung kepada Kepala Badan Keuangan Daerah.“Nanti ke kepala badan keuangan,” ujar Zain singkat.
Sementara itu, Kepala Badan Keuangan Daerah, Heri Kurniawan, menyatakan bahwa beberapa item belum dibayarkan karena transfer dana dari pusat belum sepenuhnya diterima. Dana yang sudah masuk pun sebagian besar digunakan untuk membayar utang daerah. Dananya digeser dulu untuk bayar utang kita yang sebelumnya,” jelas Heri.
(Marthinus)
Leave a Reply