MITRA NASIONAL

MEDIA SIBER

Diduga Bermodus Tak Mau Bayar Hutang Batu Guna Pancing Keributan, Praktisi Hukum Minta Polisi Ungkap Motif Kades Kubu Hitu

MITRA NASIONAL

Lampung Utara – Dilatar belakangi order batu, guna pembangunan proyek jalan desa Kubu Hitu kecamatan Sungkai Barat kabupaten Lampung Utara, SI oknum kepala desa ,di duga susun rencana provokatif guna menjerat warganya sendiri, agar terjerat perkara hukum. Jum’at 25 Oktober 2024.

Dimana, diceritakan Yusron sebagai penyuplai batu, pada tanggal 3 Juli 2024 kemarin, melalui tim pelaksana kerja (TPK) desa, dirinya dimintai mengirim batu ke proyek jalan desa, sebanyak 7 rit dengan nilai 10 juta rupiah dan akan di bayar seminggu kemudian, saat pencairan dana desa.

“Karena sudah dua bulan tidak ada pembayaran, saya menemui kepala desa di kediamannya, guna mengkonfirmasi, siapa yang bertanggung jawab atas batu yang telah di antar tersebut, lantaran saya ketahui pekerjaan jalan itu adalah pekerjaan desa yang di pimpin oleh Sahroni selaku kepala desa.

Sahroni menjawab bahwa ia yang bertanggung jawab, namun uang pembayaran batu sebanyak 7 rit tersebut, meski sudah cair, tapi masih terpakai untuk keperluan lain.

Kemudian, Sahroni memesan kembali batu sebanyak 10 rit, dengan nilai 14 juta, dan berjanji sembari memerintahkan saya kerumahnya untuk mengambil pembayaran, saat dana desa telah di cairkan” terang Yusron.

 

Pada tanggal 16 Oktober, lantaran Yusron mengetahui dana desa telah cair satu hari sebelumnya. Dirinya datang ke rumah kepala desa yang bersangkutan guna mengambil uang pembayaran sesuai janjinya yang telah di janjikan kepala desa pada dirinya.

Dikediamannya saat bertamu, sekira pukul 09 wib pagi hari, terdapat ada satu orang tamu lain yang sedang berbincang dengan kepala desa dan Yusron ikut juga bercanda dalam perbincangan tersebut.

“Lebih dari setengah jam, kepala desa tidak membahas terkait pembayaran batu. Kemudian saya bertanya prihal pencairan dana desa, seperti apa yang di janjikan sebelumnya.

Sembari memperagakan kata-kata kades Kubu Hitu, Yusron mengatakan bahwa memang uang yang di maksud sebenarnya sudah cair, namun oknum kades mengatakan pada dirinya, tidak bisa membayar pembayaran batu tersebut, lantaran uang pembayaran batu itu, sudah habis oleh TPK desa.

“Sudah cair kyai (bang) tapi uang sudah habis oleh TPK. Bagaimana saya mau membayarnya.

Kemudian saya bertanya kembali, mengapa demikian. Karena dialah selaku kepala desa dan yang bertanggung jawab, sesuai dengan pesanan batu yang telah saya kirim, dan terdapat bukti berupa nota yang di tandatangani berikut stempel kepala desa secara langsung.

Namun secara berulang, Sahroni masih menjawab tidak mau membayar pesanan batu yang telah saya kirim. Spontan dengan nada sedikit tinggi sembari duduk saya memukul meja dan tangan saya menyenggol gelas hingga terjatuh, namun gelas itu masih sempat di angkat Sahroni dari lantai dalam keadaan tidak pecah dan ia letakkan kembali di atas meja.

Kemudian dia berdiri dalam keadaan marah, dan saya juga ikut berdiri. Pada saat itulah tiba-tiba, Tamrin yang ikut bertamu di rumah Sahroni langsung memeluk saya dari belakang, dan saya berupaya melepas pelukan itu, karena saya berfikir akan di keroyok mereka berdua.

Usai lepas dari pelukan Tamrin, saya mundur dua langkah ke arah pintu keluar, dengan nada tinggi saya menunjuk – nunjuk dengan tangan kanan ke arah Sahroni, sembari saya mengancam akan membongkar jalan yang menggunakan batu saya yang tidak di bayar oleh kades itu” imbuh Yusron.

Pada saat itu saya keluar dari rumah, lanjutnya. Posisi di teras, ada Yeni datang dari rumah lainnya, berpapasan dengan saya menuju tempat kejadian, dan saya langsung pulang kerumah.

Tidak lama kemudian, ada seorang tamu datang kerumah saya yang bernama Andi Rawanda, ia mengatakan utusan kepala desa, untuk menyerahkan pembayaran hutang dari batu yang mereka pakai sebanyak 24 juta. Masih di hari yang sama, saya mendapat kabar, bahwa saya di laporkan ke polisi.

Hari berikutnya atas inisiatif saya, lantaran selain saya sudah tua, saya juga sudah haji. Saya datang kerumah Sahroni untuk meminta maaf dan di terima oleh dia sembari kami bersalaman dan berpelukan.

Beberapa hari kemudian, saya mendengar kabar dari Albukhori dan Andi Rawanda. Bahwa Sahroni ingin berdamai dengan saya, dengan syarat memberikan uang sebanyak 120 juta rupiah pada dirinya.

Tentu saya merasa keberatan atas hal itu dan menduga, hal ini sudah di rekayasa sebelumnya untuk menjebak saya.

Seperti contoh, Jauh sebelumnya juga, terdapat ada bantuan berupa bantuan BLT atas nama saya, selama 12 bulan namun tidak ia berikan, dan hal ini jelas, Sahroni sudah sejak lama memang sentimen kepada saya, yang saya tidak ketahui penyebabnya” tutup Yusron pada sejumlah awak media.

Atas persoalan itu, salahsatu praktisi hukum ternama di kabupaten Lampung Utara Dr. Suwardi, S.H., M.H., CM., CPCLE meminta, pihak kepolisian juga dapat memeriksa motif dugaan adanya rekayasa memancing keributan yang berujung pelaporan dan permintaan uang damai senilai 120 juta rupiah.

“Oknum kadesnya bisa dilaporkan dengan percobaan pemerasan, dan aparat kepolisian harus melihat latar belakang peristiwanya juga, ada unsur pidananya atau tidak dalam persoalan itu”

“Terlebih tuduhan yang di tuduhkan ke sodara Yusron dalam laporan polisinya. Saksi-saksi yang di ajukan pelapor, juga dapat di ragukan atas kebenaran peristiwa yang sebenarnya” ujar Dr. Suwardi yang juga merupakan wakil rektor III di universitas Muhammadiyah Kotabumi. (Red)

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *