Lhokseumawe.www.mitranasional.com.27 Januari 2025
Sebelum acara pokok yaitu Ceramah Isra Mi” Raj 27 Rakjab 1446 H 2025 yang kan disampaikan oleh Tgk. Harmansyah, M.Jalil dari Panton Labu Aceh-Utara, terlebih dahulu laporan dari Ketua Panitia pelaksna Hamdani Idris, sekaligus Ketua BKM Masjid Baitu Huda Gampong Kuta Blang, memberi pemhormatan kapada “Camat Bansa Sakti
Kota Lhokseumawe, atau yang mewakili nya, Danramil Lhokseumawe, atau yang mewakili,Kapolsek Lhokeumawe atau yang mewakili, Geuchik Gampong Kuta Blang, beserta jajaran nya Tuha Peut, “Tgk Imum Syik, Tgk Imum Dusun, Ketua Pemuda beserta Anggota, Kepala Lorong juga kepada Donatur yang telah ikut menyubang Dana serta seluruh Masyarakat Gampong Kuta Blang yang ikut menyuseskan kegiatan ini.
“Ter Istimewa ucapan saya kapada Tgk, “Harmansyah M.Jalil yang akan memberi Ceramah malam ini di hadapan kita semua,terimakasih kepada Donatur yang telah membantu dan semua pihak yang telah ikut menspot sehingga kegitan Ceramah padamalam ini berjalan sukses.kata Ketua Panitia.
Selanjut nya Ceramah Isra Mi” Raj yang disampaikan oleh Tgk.Harmansyah, M.Jalil mengupas tentang Suri teladan dan perjalanan Baginda Rasulullah SAW, peristiwa penting bagi umat Islam. pada peristiwa ini Nabi Muhammad SAW mendapat perintah untuk menunaikan salat lima waktu sehari semalam.
Isra Mi’raj terjadi pada periode akhir kenabian di Makkah, sebelum Rasulullah SAW hijrah ke Madinah. Menurut al-Maududi dan mayoritas ulama, Isra Mi’raj terjadi pada tahun pertama sebelum hijrah, yaitu antara tahun 620-621 M. Menurut al-Allamah al-Manshurfuri, Isra Mi’raj terjadi pada malam 27 Rajab tahun ke-10 kenabian, dan inilah yang populer.
Namun demikian, Syaikh Shafiyurrahman al-Mubarakfuri menolak pendapat tersebut dengan alasan karena Khadijah ra meninggal pada bulan Ramadhan tahun ke-10 kenabian, yaitu 2 bulan setelah bulan Rajab. Dan saat itu belum ada kewajiban salat lima waktu. Al-Mubarakfuri menyebutkan 6 pendapat tentang waktu kejadian Isra Mi’raj,tetapi tidak ada satupun yang pasti.
secara persis kapan tanggal terjadinya Isra Mi’raj.
Isra’ Mi’raj merupakan perjalanan suci, dan bukan sekadar perjalanan “wisata” biasa bagi Rasul. Peristiwa ini menjadi perjalanan bersejarah sekaligus titik balik dari kebangkitan dakwah Rasulullah SAW.
Isra Mi’raj adalah satu dari tiga perjalanan terpenting dalam sejarah hidup Rasulullah SAW, selain perjalanan hijrah dan Haji, Wada Isra Mi’raj, menurutnya, benar-benar merupakan perjalanan heroik dalam menempuh kesempurnaan dunia spiritual.
Jika perjalanan hijrah dari Mekah ke Madinah pada 662 M menjadi permulaan dari sejarah kaum Muslimin, atau perjalanan Haji Wada yang menandai penguasaan kaum Muslimin atas kota suci Mekah, maka Isra Mi’raj menjadi puncak perjalanan seorang hamba (al-abd) menuju sang pencipta (al-Khalik). Isra Mi’raj adalah perjalanan menuju kesempurnaan Ruhani (Insan kamil).
Sehingga, perjalanan ini menurut para sufi, adalah perjalanan meninggalkan bumi yang rendah menuju langit yang tinggi.
Inilah perjalanan yang amat didambakan salah satu momen penting dari peristiwa Isra Mi’raj yakni ketika Rasulullah SAW “berjumpa” dengan Allah SWT. Ketika itu, dengan penuh hormat Rasul Lullah SAW berkata, “Attahiyatul mubaarakaatush shalawatuth thayyibatulillah”; “Segala penghormatan, kemuliaan, dan keagungan hanyalah milik Allah saja”. Allah SWT pun berfirman, “Assalamu’alaika ayyuhan nabiyu warahmatullahi wabarakaatuh”.
Selain itu, Seyyed Hossein Nasr dalam buku ‘Muhammad Kekasih Allah’ (1993) mengungkapkan bahwa pengalaman ruhani yang dialami Rasulullah SAW saat Mi’raj mencerminkan hakikat spiritual dari Shalat yang dijalankan Umat Islam sehari-hari dalam artian, Shalat adalah mi’raj-nya orang-orang beriman sehingga jika kita tarik benang merahnya, ada beberapa urutan dalam perjalanan Rasulullah SAW ini.
Peristiwa Isra Mi’raj terbagi dalam dua peristiwa yang berbeda Dalam Isra, Nabi Muhammad SAW “diberangkatkan” oleh Allah SWT dari Masjidil Haram hingga Masjidil Aqsa. Lalu dalam Mi’raj Nabi Muhammad SAW dinaikkan ke langit sampai ke Sidratul Muntaha yang merupakan tempat tertinggi, disini, Nabi mendapat perintah langsung dari Allah SWT untuk menunaikan salat lima waktu.
Ada beberapa pertanyaan mengenai peristiwa Isra’ Mi’raj. Salah satunya, mengapa dalam peristiwa itu Rasulullah SAW, diperjalankan ke Masjidil Aqsa? kenapa tidak langsung saja ke langit? paling tidak ada beberapa hal hikmahnya.
Pertama, Bahwa Nabi Muhammad SAW adalah satu-satunya Nabi dari golongan Ibrahim AS yang berasal dari Ismail AS, sedangkan Nabi lainnya adalah berasal dari Ishaq AS. Hikmah lainnya adalah, bahwa Nabi Muhammad
berdakwah di Makkah, sedangkan Nabi yang lain berdakwah di sekitar Palestina. Kalau dibiarkan saja, orang lain akan menuduh Nibi Muhammad SAW sebagai orang yang tidak ada hubungannya dengan “golongan” Ibrahim dan merupakan sempalan. Bagi kita sebagai muslim, tidaklah melihat orang itu dari asal usulnya, tapi dari ajarannya.
Kedua, Allah ingin memperlihatkan sebagian tanda-tanda kebesaran-Nya kepada Nabi SAW. Pada Al Qur’an surat An Najm ayat 12, terdapat kata “Yaro” dalam bahasa Arab yang artinya “menyaksikan langsung”. Berbeda dengan kata “Syahida”, yang berarti menyaksikan tapi tidak mesti secara langsung.
Allah memperlihatkan sebagian tanda-tanda kebesaran-Nya itu secara langsung, karena pada saat itu da’wah Nabi Muhammad SAW sedang pada masa sulit, penuh duka cita. Oleh karena itulah pada peristiwa tersebut Nabi Muhammad SAW juga dipertemukan dengan para nabi sebelumnya, agar Nabi Muhammad SAW juga bisa melihat bahwa mereka pun mengalami masa-masa sulit,
sehingga Nabi Muhammad SAW bertambah motivasi dan semangatnya, hal ini juga merupakan pelajaran bagi kita yang mengaku sebagai da’i, bahwa dalam kesulitan dakwah itu bukan berarti Allah tidak mendengar.
Bagi umat Islam, peristiwa tersebut merupakan peristiwa yang berharga, karena ketika inilah Shalat lima waktu diwajibkan, dan tidak ada Nabi lain yang mendapat perjalanan sampai ke Sidratul Muntaha seperti ini.
Peristiwa ini juga dikatakan memuat berbagai hal yang membuat Rasullullah SAW sedih.
Dari ajaran langit tersebut, terdapat nilai-nilai signifikan bagi sebuah kepemimpinan, pertama, sebagaimana tercermin dari ayat yang mengemukakan peristiwa Isra’ Mi’raj, yang dimulai dengan ”tasbih”, juga peristiwa pembersihan dada Nabi Muhammad SAW dengan air zamzam ditambah dengan wudlu,
maka dalam sebuah kepemimpinan, hal pertama yang harus dilakukan adalah menjaga integritas moral. Dalam konteks keindonesiaan, hal ini dapat diwujudkan dengan reformasi moral (revolusi mental) yang dimulai dari tingkat aparaturnya.
Kedua, selain integritas moral (akhlaqul karimah), yang tidak kalah pentingnya adalah belajar kepada sejarah. Ia bisa mengingat nilai-nilai yang berkenaan dengan masa lampau, dapat pula berupa pengalaman dari orang per-orang yang pernah menjalankan sebuah kepemimpinan nya.
Dengan demikian kontinitas kesejarahan dapat terus dipertahankan dan dikembangkan dalam ungkapan kaidah fiqh, ”Memelihara nilai yang lama yang baik dan mengambil nilai baru yang lebih baik” (Al-muhafazah ‘ala al-qadim al-shalih wa al-akhzu bi al-jadid al-ashlah).
Ketiga, dengan integritas moral serta nilai-nilai
kesejahteraan itu, diharapkan sebuah kepemimpinan dapat berjalan dengan benar dan tidak mudah terpincut godaan, sebagaimana Suriteladan Nabi Muhammad SAW ketika melakukan Mi’raj-nya. Kepemimpinan yang demikian hanya dimungkinkan, manakala seluruh aparaturnya tegak lurus dalam melaksanakan keadilan dengan didasari oleh nilai-nilai persamaan di muka hukum (al- musawwah).hal ini pun akan dapat berjalan baik, tutup Tgk,Harmansyah M.Jalil.
(Bg.Amin) Biro Lhokseumawe-Aceh-Utara
Leave a Reply